Teraju Soroti Kesenjangan Hak Buruh Sawit di Sekadau, Dorong Advokasi Berbasis Riset

Paparan tentang permasalahan buruh sawit oleh Lembaga advokasi Teraju di DPRD Sekadau. Foto ist.

HARIAN KALBAR (SEKADAU) – Ketua Lembaga Advokasi Teraju Kalimantan Barat, Bung Tomo, menegaskan pentingnya pemenuhan hak-hak buruh di sektor perkebunan kelapa sawit, khususnya di Kabupaten Sekadau. Hal tersebut ia sampaikan dalam audiensi bersama DPRD Sekadau pada akhir April 2025 lalu.

Dalam pertemuan tersebut, Teraju memaparkan berbagai tantangan yang dihadapi buruh sawit, mulai dari kesenjangan regulasi hingga lemahnya perlindungan terhadap hak dasar mereka.

Bacaan Lainnya

“Kami mengidentifikasi tantangan dan kesenjangan dalam regulasi ketenagakerjaan, serta mendorong keterlibatan akademisi dalam advokasi buruh sawit,” ungkap Bung Tomo.

Pihaknya juga menekankan pentingnya menyusun rekomendasi kebijakan yang berbasis bukti akademis dan pengalaman lapangan. Rekomendasi ini nantinya akan diajukan kepada pemerintah daerah sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan ketenagakerjaan yang lebih adil.

Bung Tomo merinci beberapa persoalan utama yang dialami buruh sawit, antara lain:
Ketiadaan Kontrak Kerja yang Sah: Banyak buruh bekerja tanpa kontrak formal, membuat mereka tidak mendapatkan hak dasar seperti upah minimum, tunjangan kesehatan, cuti, maupun pesangon. Minimnya Akses terhadap Jaminan Sosial: Buruh tanpa kontrak formal seringkali tidak terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan maupun BPJS Kesehatan, sehingga tidak memiliki perlindungan saat mengalami kecelakaan kerja atau sakit.

Kemudian lanjutnya, Status Ketenagakerjaan yang Tidak Pasti Praktik perpanjangan kontrak berkali-kali tanpa kejelasan status kerap terjadi, membuat buruh terus berada dalam kondisi kerja yang tidak stabil. Upah di Bawah Standar: Meskipun pemerintah telah menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), banyak buruh, terutama yang berstatus harian lepas, menerima bayaran jauh di bawah standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Teraju menekankan pentingnya membangun koneksi antara akademisi, serikat buruh, dan pemangku kepentingan lainnya untuk memperkuat advokasi berbasis riset. Menurut Bung Tomo, hal ini menjadi langkah strategis untuk mendesak adanya reformasi regulasi yang lebih berpihak pada buruh.

“Perlu strategi komprehensif yang melibatkan serikat buruh, pemerintah, perusahaan, dan akademisi agar persoalan buruh sawit dapat ditangani secara menyeluruh,” tegasnya.

Ia juga mengajak seluruh pihak untuk meningkatkan kesadaran publik terhadap isu buruh sawit dari berbagai perspektif, guna menciptakan perubahan yang lebih berkelanjutan. (AL)