HARIAN KALBAR (SEKADAU) – Ditengah episensi anggaran untuk oleh Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah diharapkan untuk aktif mencari sumber – sumber pemasukan bagi daerah.
Salah satunya, melalui pajak pertambangan galian C yang banyak beroprasi di Kabupaten Sekadau.
Wakil Ketua DPRD Sekadau, Handi menegaskan, pihak Dinas instansi terkait agar lebih gencar dalam mendulang pemasukan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui retrebusi Galian C.
“Banyak saya dengar galian C, baik pasir, batu pecah dan lainya, itu harusnya bisa menjadi pemasukan daerah, jika tidak ada ijin pertambanganya, kordinasi dengan pihak berwenang, ” ujar Handi, di ruang kerjanya Jumat 14 Maret 2025.
Terkait perizinan galian C, diakui Handi memang merupakan kewenangan Dinas Pertambangan di tingkat Provinsi. namun demikian, daerah, dalam hal ini Kabupaten Kota bisa mendapatkan dari retrebusi eksploitasi galian C.
“Terutama dari setip kubikasi yang keluar atau dijual oleh pemilik tambang baik untuk masyarakat umum maupun untuk kegiatan fisik di Pemerintahan,” timpal ketua DPC Gerindra Sekadau ini.
Diketahui, Galian C yang menjamur di Kabupaten Sekadau saat ini berupa ekploitasi pasir pasang di daerah aliran sungai Sekadau.
Selain itu, di beberapa Kecamatan, juga beroprasi perusahaan yang mengekplorasi batu pecah.
Dalam melakukan kegiatan, pertambangan – pertambangan ini mengunakan mesin dan alat berat yang tentunya membutuhkan Bahan Bakar Minyak (BBM) sebagai sumber utama energi pengerak mesin.
Sedangkan terkiat pajak galian golongan C. di Kabupaten Sekadau, diatur dalam Peraturan Bupati Sekadau Nomor 10 Tahun 2008. Peraturan ini mengatur beberapa hal seperti, Nama, subjek, dan objek pajak, Dasar pengenaan dan tarif pajak.
Juga mengenai wilayah pemungutan dan cara perhitungan pajak, masa pajak, saat pajak terutang, dan surat pemberitahuan
Pajak galian golongan C terutang pada saat pengambilan bahan galian dilakukan.
Jika merujuk pada undang – undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) dan turunanya, Peraturan Pemerintah (PP) yang salah satunya adalah PP No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Berdasarkan PP ini komoditas pertambangan dikelompokkan dalam 5 golongan, yakni, Mineral radioaktif, antara lain: radium, thorium, uranium Mineral logam, antara lain, emas, tembaga. Mineral bukan logam, antara lain: intan, bentonit Batuan, antara lain, andesit, tanah liat, tanah uru, kerikil, alian dari bukit
Sedangkan ketentuan pidana pelanggaran ketentuan dalam UU No 4 Tahun 2009 ini berbunyi, setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak sepuluh miliar rupiah.
Setiap orang atau pemegang IUP Operasi Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batubara yang bukan dari pemegang IUP dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak sepuluh miliar rupiah.
Setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP yang telah memenuhi syarat-syarat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak seratus juta rupiah.
Setiap orang yang rnengeluarkan IUP yang bertentangan dengan UndangUndang ini dan menyalahgunakan kewenangannya diberi sanksi pidana paling lama 2 tahun penjara dan denda paling banyak dua ratus juta rupiah Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya berhak memberikan sanksi administratif kepada pemegang IUP atas pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini berupa: peringatan tertulis, penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi, atau pencabutan izin. (AL)