HARIAN KALBAR (SEKADAU) – Sejumlah wartawan melakukan aksi boikot peliputan pada kegiatan Paripurna Pendapat Akhir dan Pengambilan Keputusan Fraksi-Fraksi di DPRD Sekadau pada Selasa, 18 Maret 2025. Arni, salah satu wartawan yang bertugas di Kabupaten Sekadau, menilai bahwa aksi tersebut merupakan hal yang wajar.
“Titik masalahnya ada pada beberapa poin dalam pengumuman peraturan tata tertib dan kenyamanan persidangan yang dibuat oleh pihak sekretariat DPRD,” ungkap Arni.
Menurutnya, aturan di kantor pemerintahan atau DPRD, yang sering disebut sebagai “rumah rakyat”, merupakan hal yang wajar dan hak prerogatif dalam menjalankan tata kelola instansi. Namun, beberapa aturan dalam pengumuman tersebut, seperti aturan mengenai pakaian dan penggunaan ponsel, dinilai cukup mengganggu.
“Aturan pakaian yang melarang penggunaan pakaian ketat, mungkin akan menyentuh rekan jurnalis perempuan. Meskipun demikian, saya memahami bahwa gaya mereka tetap sopan dan tidak memakai kaos oblong atau sandal jepit,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Arni menyoroti salah satu poin dalam pengumuman yang melarang penggunaan ponsel aktif selama paripurna. Ia menilai aturan ini terkesan melemahkan kinerja jurnalis.
“Kenapa demikian? Karena saat ini rekan media bekerja menggunakan ponsel, baik untuk merekam suara, mengambil foto atau video, maupun mencatat pembicaraan. Jika ponsel dilarang aktif, bagaimana jurnalis dapat bekerja dengan baik?” papar Arni.
Menurutnya, di era modern ini, jarang sekali jurnalis membawa kamera khusus atau kertas catatan seperti pada masa lalu. Tanpa dokumentasi, pencatatan, atau rekaman, sebuah kegiatan paripurna tidak bisa disebut peliputan.
“Jika rekan jurnalis mengikuti paripurna tanpa mengambil dokumentasi, mencatat, atau merekam, itu bukan meliput, tapi hanya hadir,” tegas Arni.
Meskipun demikian, Arni mengakui bahwa ia memahami maksud dan tujuan pihak sekretariat DPRD dalam membatasi penggunaan ponsel selama paripurna, yakni untuk menciptakan ketertiban dan kekhusyukan dalam kegiatan tersebut. Namun, ia menyarankan adanya toleransi atau pertimbangan khusus bagi rekan media.
“Harusnya ada toleransi untuk rekan media, atau aturan tersebut tidak terkesan menghalangi jurnalis dalam bekerja. Biasanya, di beberapa tempat atau momen tertentu, ponsel diminta untuk disetel ke mode silent, bukan dimatikan sama sekali,” tambahnya.
Adapun poin-poin lain dalam aturan yang dikeluarkan oleh pihak sekretariat DPRD, Arni mengaku setuju, karena hal itu bertujuan untuk menciptakan ketertiban dan etika dalam pelaksanaan paripurna.
“Aturan tidak merokok di dalam ruangan paripurna, tentu itu wajar. Tidak menggunakan topi atau jaket juga sah-sah saja. Sebagai jurnalis, kita juga harus menghormati dan mematuhi aturan ini, karena paripurna dan rumah rakyat adalah tempat yang istimewa dan prosedural,” ujarnya.
Sebelumnya, diketahui bahwa sejumlah rekan media melakukan boikot peliputan pada Paripurna Pendapat Akhir dan Pengambilan Keputusan Fraksi-Fraksi di DPRD Sekadau. Aksi ini dilakukan setelah ketersinggungan yang timbul akibat pengumuman tata tertib yang dikeluarkan oleh sekretariat DPRD, yang ditandatangani oleh Handayani S.Si.Apt, Plt. Sekretaris Dewan (Sekwan) yang baru menjabat pada Jumat, 14 Maret 2025.
Handayani juga menjabat sebagai Kepala Dinas Penanaman Modal Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Sekadau. Ia menggantikan Drs. Eko Sulistyo yang sebelumnya menjabat sebagai Plt. Sekwan sekaligus Kepala Dinas Pemadam dan Penyelamatan Pemda Sekadau. (*)