HARIAN KALBAR (KUBU RAYA) — Sekitar 500 petani arang dari tiga dusun di Desa Batu Ampar, Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, menggelar aksi damai pada Senin 7 Juli 2025 sebagai bentuk protes terhadap potensi penghentian aktivitas produksi arang bakau tradisional. Kekhawatiran atas hilangnya mata pencaharian mendorong masyarakat turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi secara langsung kepada pemerintah desa.
Massa yang tergabung dalam kelompok petani arang dari Dusun Sungai Limau, Gunung Kruing, dan Teluk Air berkumpul di Pelabuhan Besar Batu Ampar sebelum berjalan menuju Kantor Desa Batu Ampar. Dalam orasi yang berlangsung tertib dan damai, mereka membawa spanduk dan poster berisi pesan-pesan penuh harapan dan peringatan, seperti “Negara Hadir, Bukan Mengusir Petani yang Butuh Makan”, “Jangan Kurung Rakyat dengan Aturan”, dan “Kami Bakar Arang, Bukan Bakar Negara”.
Dikoordinasi oleh Mahmud dan Kiki, dua tokoh lokal yang selama ini konsisten memperjuangkan hak petani, massa akhirnya diterima untuk audiensi bersama pemerintah desa dan unsur kecamatan. Pertemuan ini dihadiri Kepala Desa Batu Ampar, Ketua BPD, Kapolsek Batu Ampar, perwakilan Koramil, Kasi Trantib Kecamatan, serta awak media.
Dalam pertemuan tersebut, para petani mengajukan lima tuntutan utama yang mencerminkan keresahan mereka: kehadiran negara dalam menjamin kelangsungan hidup petani arang; penolakan terhadap penghentian produksi tanpa solusi; permintaan pembinaan usaha rakyat berbasis lingkungan; desakan peninjauan ulang legalitas perusahaan kehutanan di wilayah Batu Ampar; serta kepastian hukum atas usaha arang tradisional.
Kapolsek Batu Ampar IPDA Rahmatul Isani Fachri melalui Kasubsi Penmas Aiptu Ade menyampaikan bahwa aksi berlangsung damai, tertib, dan dalam koridor hukum. Ia mengapresiasi sikap kooperatif para peserta aksi dan menegaskan komitmen kepolisian dalam menjaga keamanan serta mendukung penyelesaian persoalan melalui jalur musyawarah.
Pemerintah Desa Batu Ampar menyatakan kesediaannya untuk mengawal tuntutan masyarakat hingga ke tingkat kabupaten. Seluruh hasil audiensi akan direvisi bersama perwakilan petani sebelum ditandatangani dan disampaikan secara resmi ke DPRD dan Pemkab Kubu Raya.
Aksi damai berakhir sekitar pukul 13.30 WIB. Massa membubarkan diri secara tertib dengan satu harapan besar: agar suara rakyat tidak hanya didengar, tetapi juga ditindaklanjuti dengan solusi nyata demi kelangsungan hidup dan warisan budaya pengolahan arang yang telah berlangsung turun-temurun. (*)