HARIAN KALBAR (PONTIANAK) — Kasus pelecehan seksual terhadap anak kembali mencoreng dunia pendidikan. Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kalimantan Barat berhasil mengungkap dugaan tindak pidana pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang pelatih karate berinisial Jl (58), di lingkungan salah satu SMP Negeri di Kota Pontianak.
Kasus ini mulai mencuat ke publik setelah pihak kepolisian menerima laporan resmi pada pertengahan April 2025. Berdasarkan hasil penyelidikan, tindakan cabul tersebut terjadi dalam rentang waktu sejak tahun 2024 hingga Februari 2025, saat sesi latihan karate berlangsung sekitar pukul 15.00 WIB di area dojo sekolah.
Enam anak perempuan di bawah umur menjadi korban pelecehan fisik dari pelaku. Mereka masing-masing berinisial A.S. (13), F.I. (14), S. (14), R. (11), A.T. (13), dan T. (12).
Kabid Humas Polda Kalbar, Kombes Pol. Dr. Bayu Suseno, S.H., S.I.K., M.M., M.H., menjelaskan bahwa kasus ini terungkap setelah salah satu korban menceritakan kejadian tersebut kepada temannya. Dari situ, informasi sampai ke orang tua korban lainnya yang kemudian menginisiasi pertemuan dan mendalami kesaksian para korban pada 14–15 Februari 2025.
“Kasus ini pertama kali diketahui dari cerita Sdri. F.I. kepada orang tua A.S. Selanjutnya, orang tua tersebut mengundang korban lainnya untuk dimintai keterangan lebih lanjut sebelum akhirnya melapor ke polisi,” ungkap Kombes Pol. Bayu, Sabtu 19 April 2025.
Atas perbuatannya, tersangka Julie dijerat dengan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, dan/atau Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara.
Kombes Pol. Bayu menegaskan bahwa Polda Kalbar berkomitmen penuh untuk memberantas segala bentuk kekerasan seksual, khususnya terhadap anak.
“Ini adalah bentuk kejahatan serius yang harus ditindak tegas. Kami mengimbau masyarakat, terutama orang tua dan pihak sekolah, untuk meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas anak, baik di lingkungan pendidikan maupun kegiatan ekstrakurikuler,” tegasnya.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi semua pihak agar tidak lengah terhadap potensi kekerasan seksual yang bisa terjadi di lingkungan yang seharusnya menjadi tempat belajar dan berkembang dengan aman bagi anak-anak. (*)