HARIAN KALBAR (KUBU RAYA) – Di tengah antrean panjang kendaraan yang mengular di SPBU Kecamatan Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya, terselip sebuah momen sederhana namun penuh makna. Seorang Bhabinkamtibmas Polres Kubu Raya menjabat tangan seorang warga—hangat, santun, dan tanpa basa-basi. Di bawah langit biru yang cerah dan terik matahari yang menyengat, kehadiran polisi ini menjadi penyejuk suasana yang mungkin tak disadari banyak orang.
Warga yang dijabat tangannya tampak lelah, mengenakan jaket lapangan dan sepatu bot. Namun senyum dan anggukan hormatnya menunjukkan satu hal: rasa percaya. Momen kecil ini menjadi gambaran kuat dari wajah baru Polri, yang lebih manusiawi, lebih dekat, dan lebih menyentuh.
Kapolres Kubu Raya, AKBP Kadek Ary Mahardika, melalui Kasubsi Penmas Aiptu Ade, menjelaskan bahwa pendekatan seperti inilah yang kini terus didorong oleh jajarannya. Melalui strategi patroli dialogis, Bhabinkamtibmas diharapkan hadir dalam keseharian masyarakat, bahkan di titik-titik yang tak terduga seperti SPBU.
“Kami ingin Bhabinkamtibmas menjadi jembatan antara warga dan negara. Mereka tidak hanya hadir saat ada gangguan keamanan, tapi juga di saat-saat biasa yang justru penting untuk membangun kepercayaan,” kata Ade, Selasa 5 Agustus 2025.
Menurutnya, kehadiran polisi di tengah antrean SPBU bukan untuk menegur atau menertibkan, melainkan menyapa, mendengar, dan menjaga. Dengan pendekatan ini, potensi gangguan kamtibmas bisa dideteksi lebih dini, sekaligus memperkuat hubungan emosional antara polisi dan masyarakat.
“Antrean panjang dan cuaca panas bisa memicu emosi. Tapi dengan sapaan dan kehadiran yang bersahabat, semuanya bisa cair. Polisi tidak lagi dipandang kaku, tapi menjadi sahabat dan mitra,” tambahnya.
Momen seperti ini menjadi narasi visual dari transformasi institusi Polri yang lebih komunikatif dan empatik. Bukan hanya penegak hukum, tetapi bagian dari kehidupan masyarakat sehari-hari.
Patroli kini bukan sekadar rutinitas keliling desa, pasar, atau terminal. Ia telah berubah menjadi ajang untuk membangun dialog, kepercayaan, dan rasa aman. Bahkan dalam antrean BBM, satu jabat tangan bisa menyampaikan lebih banyak dari seribu kata.
“Polri adalah mitra masyarakat, bukan menara gading. Kami ingin warga merasa nyaman dan aman dengan kehadiran polisi, bukan takut,” tegas Ade.
Momen kecil di Rasau Jaya ini hanyalah satu dari banyak kisah yang membuktikan bahwa keamanan sosial bukan hanya soal senjata atau patroli besar, tapi juga tentang senyum, sapaan, dan kehadiran tulus di tengah masyarakat. Sebab ketertiban dan rasa aman, sesungguhnya, dibangun bersama—dari hati ke hati. (*)