HARIAN KALBAR (PONTIANAK) — Ketua DPRD Kota Pontianak, Satarudin resmi dilantik sebagai Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) Kota Pontianak periode 2025–2030. Prosesi pengukuhan berlangsung di Hotel Grand Mahkota, Sabtu 14 Juni 2025, dan dihadiri para tokoh masyarakat, pejabat daerah, serta berbagai elemen budaya.
Dalam sambutannya usai dilantik, Satarudin menyampaikan komitmen kuat untuk segera menyusun program kerja strategis MABM, terutama menjelang Festival Adat Budaya Melayu yang akan digelar di Pontianak pada 2026.

“Setelah pelantikan ini, kami langsung tancap gas menyusun program. Tahun depan Pontianak jadi tuan rumah Festival Melayu, ini momentum besar bagi kita semua,” ujar Satarudin.
Ia berharap festival tersebut dapat menjadi panggung besar budaya Melayu yang tak hanya menggugah semangat masyarakat lokal, tetapi juga menarik perhatian masyarakat Melayu dari luar daerah bahkan mancanegara.
“Kita ingin festival ini semarak dan menjadi daya tarik luar biasa. Banyak saudara Melayu kita di luar, dan kita akan undang sebanyak mungkin untuk hadir dan turut memeriahkan,” tambahnya.
Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono, yang turut hadir dan memberikan sambutan, menekankan bahwa budaya Melayu harus menjadi identitas hidup dalam kehidupan masyarakat sehari-hari—bukan hanya ditampilkan dalam bentuk pakaian adat saat acara seremonial.
“Selama ini budaya Melayu masih dominan tampil secara simbolik. Ke depan, harus lebih menyatu dengan kehidupan warga sehari-hari,” tegas Edi.
Ia menekankan pentingnya sinergi antara pelestarian budaya dengan semangat toleransi yang selama ini telah terjaga di Kota Pontianak.
Pontianak sendiri berhasil menempati peringkat ke-22 Indeks Kota Toleran 2024 secara nasional, dan peringkat ke-9 untuk kota-kota di luar Pulau Jawa. Bagi Edi, ini adalah bukti bahwa keragaman suku dan agama di Pontianak dikelola dengan baik.
“Kota yang toleran bukan hanya tentang tidak ada konflik, tapi tentang bagaimana semua warga bisa hidup berdampingan, saling menerima, dan tetap menjaga identitas masing-masing,” ucapnya.
Wali Kota Edi juga menyebut sejumlah agenda budaya yang perlu terus dilestarikan, seperti Gawai Dayak, Naik Dango, dan Cap Go Meh, yang menurutnya berdampak positif baik secara sosial maupun ekonomi.
Khusus untuk Festival Melayu 2026, Edi berharap MABM Kota Pontianak mampu menyusun kegiatan yang tidak hanya berskala lokal, tetapi juga nasional hingga internasional, untuk memperluas gaung budaya Melayu ke seluruh Nusantara dan luar negeri.
“Ini pekerjaan besar. Kita butuh perencanaan matang agar festival ini bisa jadi ikon kebudayaan dan kebanggaan Pontianak,” pesannya.
Edi Kamtono mengajak seluruh pengurus MABM dan masyarakat Pontianak untuk terus menjaga keharmonisan, memperkuat nilai-nilai kebudayaan, serta menciptakan kota yang aman dan nyaman untuk semua kalangan.
“Kita ingin Pontianak terus tumbuh menjadi kota yang damai, sejahtera, membahagiakan, dan menjadi rumah yang ramah bagi siapa pun,” tutupnya. (*)