Pontianak Siap Jadi Tuan Rumah Festival Budaya Melayu 2026, Wali Kota Dorong Generasi Muda Cinta Budaya Lokal

Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono saat memberi sambutan pada kegiatan Musda MABM Kota Pontianak. Foto Ilham.

HARIAN KALBAR (PONTIANAK) – Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak menunjukkan komitmen kuat dalam pelestarian budaya Melayu menjelang perhelatan Festival Budaya Melayu 2026, yang akan digelar di Pontianak. Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono, menyebut festival ini harus menjadi momentum penting untuk menumbuhkan kembali kecintaan generasi muda terhadap budaya dan adat istiadat lokal.

“Kita terus merancang program kerja dari kepengurusan yang baru. Kuncinya adalah bagaimana tahun depan, saat Pontianak menjadi tuan rumah Festival Budaya Melayu, budaya ini benar-benar terasa dalam kehidupan masyarakat, terutama generasi muda,” ujar Edi saat membuka Musyawarah Daerah (Musda) Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) Kota Pontianak di Hotel Harris, Minggu 18 Mei 2025.

Bacaan Lainnya
Kegiatan Musda Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) Kota Pontianak di Hotel Harris, Minggu 18 Mei 2025. Foto Ilham.

Wali Kota menegaskan bahwa budaya Melayu tidak hanya kaya akan seni dan tradisi, tetapi juga mengandung nilai-nilai luhur yang sejalan dengan ajaran Islam, seperti kesantunan, gotong royong, dan rasa hormat terhadap orang tua serta pemimpin.

“Budaya Melayu sarat dengan nilai-nilai positif. Jika generasi muda bisa menjadikan adat sebagai bagian dari karakter mereka, itu akan menjadi kebanggaan tersendiri bagi Kota Pontianak,” tambahnya.

Edi memastikan Pemkot Pontianak akan memberikan dukungan penuh terhadap kegiatan-kegiatan pelestarian adat dan budaya. Ia bahkan membuka peluang agar Festival Budaya Melayu tak hanya menjadi agenda provinsi, tetapi juga bisa naik kelas ke tingkat nasional atau internasional, mengingat rumpun Melayu tersebar luas di berbagai daerah dan negara.

Dalam kesempatan itu, Edi juga menyoroti pentingnya pelibatan generasi muda, terutama dari kalangan Generasi Z, dalam pelestarian budaya lokal. Ia menilai era digital justru menjadi peluang untuk memperkenalkan budaya Melayu secara lebih luas dan kreatif.

“Selama ini, pengurus adat didominasi oleh usia 40 tahun ke atas. Sekarang saatnya anak-anak muda terlibat. Lewat media sosial dan teknologi, mereka bisa belajar, berbagi, dan bangga dengan budayanya sendiri,” jelasnya.

Pemerintah juga mulai memperkenalkan budaya sejak usia dini melalui pendidikan di PAUD dan TK. Anak-anak dilibatkan dalam berbagai acara resmi pemerintah, seperti peringatan hari jadi Kota Pontianak, dengan mengenakan pakaian adat.

“Dengan keterlibatan aktif sejak kecil, mereka akan terbiasa dan tumbuh mencintai budaya sendiri. Ini langkah kita untuk menjaga identitas lokal di tengah gempuran budaya luar yang belum tentu sesuai dengan nilai-nilai kita,” pungkasnya. (Sy)