HARIAN KALBAR (JAKARTA) – Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono, kembali menorehkan prestasi membanggakan di kancah internasional. Pada ajang Climate Resilience and Innovation Forum (CRIF) 2025 yang digelar di Jakarta dan Banyumas pada 21–23 Mei 2025, Edi menerima GCOM Compliance Badge, sebuah penghargaan bergengsi dari Global Covenant of Mayors for Climate and Energy (GCOM).
Yang membanggakan, Pontianak menjadi satu-satunya pemerintah kota di Indonesia yang berhasil meraih penghargaan ini, menandai pengakuan dunia atas komitmen dan aksi nyata kota tersebut dalam menghadapi perubahan iklim.
CRIF 2025 diselenggarakan oleh United Cities and Local Governments Asia-Pacific (UCLG ASPAC) bersama Pemprov DKI Jakarta, dengan dukungan Uni Eropa. Forum internasional ini mengangkat tema “Memberdayakan Kota dan Pemerintah Daerah Menuju Masa Depan Tangguh Iklim”, dan menjadi wadah strategis bagi para pemimpin daerah, akademisi, hingga sektor swasta untuk berbagi solusi inovatif terkait perubahan iklim.
Dalam pidatonya, Wali Kota Edi menyatakan rasa bangganya atas pengakuan internasional yang diterima Pontianak. “Ini hasil kerja kolektif antara pemerintah dan masyarakat. Penghargaan ini menunjukkan bahwa kebijakan iklim yang kita jalankan di Pontianak telah diakui oleh lembaga-lembaga global melalui penilaian independen dan data dari CDP,” ungkap Edi, Rabu 21 Mei 2025.
Penghargaan ini diberikan karena Kota Pontianak dinilai berhasil memenuhi seluruh persyaratan inti GCOM dan menunjukkan kepemimpinan yang kuat dalam mengintegrasikan kebijakan iklim ke dalam perencanaan pembangunan daerah.
Edi menekankan pentingnya pendekatan berbasis data, teknologi, dan partisipasi publik. Beberapa program unggulan seperti pengelolaan sampah berbasis masyarakat, pelestarian ruang terbuka hijau, serta peningkatan ketahanan terhadap banjir dan kenaikan air laut menjadi bukti nyata dari keseriusan Pemerintah Kota Pontianak.
Forum CRIF 2025 juga menghadirkan diskusi panel, lokakarya tematik, hingga kunjungan lapangan ke Tebet Eco-Park, yang menjadi contoh implementasi solusi berbasis alam dalam mengatasi tantangan lingkungan perkotaan.
“Kami sangat terinspirasi oleh konsep Tebet Eco-Park. Ke depan, kami berupaya menerapkan inisiatif serupa di Pontianak agar bisa menjadi ruang edukasi dan konservasi yang fungsional bagi masyarakat,” kata Edi.
Rangkaian forum ditutup dengan kunjungan teknis ke Kabupaten Banyumas, daerah perintis kebijakan ketahanan iklim berbasis komunitas. Di sana, peserta melihat langsung inovasi lokal di bidang pengelolaan air, pertanian berkelanjutan, hingga pelibatan warga dalam pengurangan risiko bencana.
“Partisipasi Pontianak dalam forum ini bukan hanya memperkuat posisi kita di jaringan kota-kota global yang peduli iklim, tapi juga membuka peluang kerja sama internasional di bidang teknologi hijau dan pendanaan iklim,” tutup Edi. (*)