HARIAN KALBAR (PONTIANAK) – Di tengah hiruk-pikuk aktivitas rumah tangga, Ika Mella Ariyanti (31) mencuri perhatian publik dengan prestasi tak biasa di dinobatkan sebagai pemustaka dengan durasi membaca terlama se-Kota Pontianak. Penghargaan itu ia terima dalam gelaran Ponti Lite Fest 2025 yang digelar di Gedung PCC, Sabtu 20 September 2025.
Mella—begitu ia akrab disapa—bukan sekadar pembaca biasa. Di sela mengasuh anak dan mengurus rumah, ia tetap setia menekuni hobinya sejak kecil: membaca. Mulai dari komik, novel, hingga buku pengetahuan, semua ia lahap tanpa kecuali.
“Dari dulu memang hobi saya membaca apa saja,” tuturnya, penuh semangat.
Bagi Mella, membaca bukan sekadar pelarian dari rutinitas, melainkan cara mengasah pikiran dan memperluas wawasan. Ia percaya, setiap bacaan punya nilai yang bisa dibagikan kembali pada orang lain.
Namun, menjadi ibu rumah tangga bukan tanpa tantangan. Kesibukan harian membatasi geraknya untuk pergi ke perpustakaan secara rutin. Di tengah keterbatasan itu, teknologi menjadi penyelamat. Aplikasi ‘Perpus Kite’ dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Pontianak hadir memberi solusi: membaca buku fisik dan digital cukup dari rumah.
“Perpus Kite sangat membantu. Sistem peminjaman buku dipermudah, jadi saya bisa tetap membaca dari rumah,” ujarnya.
Kini, membaca kembali menjadi kebiasaan harian Mella selama dua tahun terakhir. Ia tak hanya membaca untuk dirinya sendiri, tetapi juga menanamkan kecintaan pada buku kepada anak-anaknya.
Meski puas dengan layanan aplikasi, Mella tak ragu menyampaikan harapan. Ia mendorong agar koleksi buku di aplikasi ditambah, agar pembaca punya lebih banyak pilihan.
Ia juga menaruh harapan pada rencana pemindahan perpustakaan kota ke Jalan Ampera. Lokasi baru itu lebih dekat dari tempat tinggalnya, dan ia berharap fasilitasnya juga makin modern dan nyaman.
“Gedung baru bisa jadi tempat yang ramah bagi semua kalangan. Apalagi kalau lebih lengkap, makin banyak orang yang mau datang,” jelasnya.
Baginya, literasi tak boleh bergantung pada waktu, tempat, atau profesi. Dengan kemudahan akses dan semangat yang tak padam, siapa pun bisa tetap membaca di mana pun berada.
“Membaca itu kebutuhan. Dengan atau tanpa datang ke perpustakaan, yang penting aksesnya tetap ada,” pungkasnya. (*)