HARIAN KALBAR (PONTIANAK) – Forum Meriam Karbit di Pontianak tengah berjuang keras untuk mempertahankan tradisi budaya yang semakin terancam. Meriam karbit, yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Kota Pontianak sejak 2016, merupakan permainan tradisional yang selalu ramai dimainkan oleh masyarakat selama bulan Ramadan dan malam Idul Fitri.
Meriam karbit terbuat dari kayu mabang atau meranti, dengan ukuran diameter 50 – 70 cm dan panjang 5 hingga 6 meter. Untuk membunyikannya, dibutuhkan bahan bakar karbit yang disulutkan pada lubang meriam, menghasilkan suara menggelegar yang menjadi ciri khas perayaan. Namun, seiring berjalannya waktu, jumlah kelompok pemain meriam karbit mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Ketua Forum Meriam Karbit, Fajriudin, mengungkapkan adanya inisiatif program ‘Bapak Angkat’ atau ‘Bapak Asuh’ sebagai solusi untuk menanggulangi penurunan jumlah kelompok yang berpartisipasi. “Kami berusaha mengajak para pihak untuk menjadi sponsor bagi setiap kelompok, membantu pendanaan dan mendukung keberlanjutan kegiatan ini,” ujarnya setelah menghadiri rapat koordinasi (rakor) Eksebisi Meriam Karbit yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Pontianak pada Rabu 19 Maret 2025.
Tahun 2024, sebanyak 41 kelompok dan 249 meriam ikut meramaikan tradisi ini, namun pada 2025 jumlahnya menurun menjadi hanya 30 kelompok dengan 184 meriam. Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh masalah pendanaan, yang semakin memperburuk kelangsungan tradisi ini.
Masalah lain yang dihadapi oleh para pelestari meriam karbit adalah kesulitan dalam mendapatkan bahan baku, khususnya balok kayu untuk pembuatan meriam. Untuk mengatasi kendala ini, Forum Meriam Karbit telah berkoordinasi dengan pihak keamanan untuk mempermudah akses pengadaan kayu balok dari daerah hulu, dengan ketentuan khusus untuk pembuatan meriam karbit.
“Para kelompok meriam karbit terpaksa mencari alternatif bahan lain, namun kayu tetap menjadi bahan utama. Kami terus berusaha agar kelancaran pasokan kayu tetap terjaga,” kata Fajriudin.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, Forum Meriam Karbit tetap berupaya agar tradisi budaya khas Pontianak ini tidak punah. Sebagai wujud pelestarian, eksebisi Meriam Karbit 2025 akan digelar pada malam takbiran untuk menyambut Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah di sepanjang Sungai Kapuas, Pontianak.
Kepala Disdikbud Kota Pontianak, Sri Sujiarti, menjelaskan bahwa eksebisi ini melibatkan 30 kelompok meriam karbit, yang terbagi di Pontianak Timur, Selatan, dan Tenggara. Ia menegaskan bahwa acara ini bukan lomba, melainkan sebagai upaya untuk memeriahkan malam takbiran. “Event ini merupakan kolaborasi antara berbagai perangkat daerah dan instansi terkait, melibatkan kegiatan di darat dan air,” ujarnya.
Sri juga menyebutkan bahwa eksebisi meriam karbit ini akan berlangsung selama 30 hari, dan masyarakat dapat menyaksikan atraksi meriam karbit hingga akhir periode tersebut. Bahkan, pengunjung dapat mencoba menyulut meriam karbit dengan mengganti biaya karbit yang dikeluarkan, mengingat harga karbit yang terus meningkat setiap tahunnya.
“Dengan acara ini, kami berharap tradisi meriam karbit dapat terus dilestarikan dan menjadi daya tarik bagi masyarakat, serta memperkenalkan kekayaan budaya Kota Pontianak ke dunia,” tambah Sri.
Meriam karbit, sebagai satu-satunya tradisi seperti ini di Indonesia, bahkan mungkin di dunia, menjadi simbol kekayaan budaya lokal yang perlu dijaga dan dipertahankan untuk generasi mendatang. (*)