HARIAN KALBAR (PONTIANAK) – Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat memberikan apresiasi kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Singkawang atas respons cepat, tegas, akuntabel, dan transparan dalam menangani dugaan pungutan biaya perpisahan siswa di salah satu Sekolah Dasar Negeri di Kota Singkawang.
Kepala Perwakilan Ombudsman Kalbar, Tariyah, mengungkapkan bahwa pengaduan bermula dari sejumlah orang tua siswa yang merasa keberatan terhadap pungutan biaya perpisahan sebesar Rp350.000 per siswa. Ironisnya, pungutan tersebut tetap diwajibkan meskipun anak tidak mengikuti acara perpisahan.
“Pungutan ini dirasa sangat membebani, terutama karena waktunya berdekatan dengan penerimaan siswa baru yang tentunya juga memerlukan banyak biaya,” jelas Tariyah.
Merespons laporan tersebut, Ombudsman segera berkoordinasi dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Singkawang. Hasilnya, dinas terkait langsung bergerak cepat dan mengambil tiga langkah konkrit yaiyu menerbitkan Surat Edaran Nomor 400.3.5.1/531/PDAS.01/2025 tertanggal 16 Mei 2025. Surat tersebut menegaskan bahwa kegiatan perpisahan siswa harus dilaksanakan secara sederhana, edukatif, tanpa pungutan dalam bentuk apa pun, dan diadakan di sekolah masing-masing. Pihak sekolah tidak diperkenankan menjadi panitia, murid diminta mengenakan seragam sekolah, serta membawa konsumsi sendiri.
Kemudian membatalkan pungutan biaya perpisahan sebesar Rp350.000 melalui berita acara resmi. Dan, menyampaikan informasi secara terbuka kepada masyarakat melalui media sosial dan pemberitaan sebagai bentuk transparansi dan edukasi publik.
Tariyah menegaskan bahwa perpisahan sekolah bukanlah kegiatan substansial dalam pendidikan dan tidak semestinya dibebani dengan pungutan yang justru menyulitkan orang tua murid.
“Langkah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Singkawang ini sangat positif dan layak menjadi contoh bagi daerah lain di Kalimantan Barat,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Tariyah mengajak seluruh pemangku kepentingan pendidikan—mulai dari kepala daerah, Dinas Pendidikan, Kementerian Agama, kepala sekolah, hingga komite sekolah—untuk terus bersinergi mewujudkan pelayanan publik pendidikan yang berkualitas, responsif, dan humanis. (*)