Suherman, Pengrajin Tanjak Pontianak yang Sukses Menembus Pasar Internasional

Suherman, pengrajin tanjak saat tampil di pameran INACRAFT 2025 di Jakarta Convention Center. Foto ist.

HARIAN KALBAR (JAKARTA) – Suherman (51), pengrajin tanjak asal Pontianak, berhasil mengembangkan usaha kerajinan tanjak khas Melayu melalui usahanya yang diberi nama *Kampung Tanjak*. Tanjak hasil produksi Kampung Tanjak turut dipamerkan di INACRAFT 2025, pameran kerajinan tangan terbesar se-Asia Tenggara yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC).

Usaha Kampung Tanjak yang dimulai pada tahun 2017 ini kini telah menembus pasar yang lebih luas, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga hingga mancanegara. Daerah-daerah di Indonesia, seperti Kalimantan Barat, Riau, Sulawesi, Jawa, dan Sumatera menjadi pangsa pasar utamanya. Bahkan, produk tanjak Suherman sudah merambah pasar luar negeri, seperti di Kuching dan Kuala Lumpur, Malaysia.

Bacaan Lainnya

“Alhamdulillah, tanjak kami sudah sampai ke luar negeri, seperti di Sarawak dan Kuala Lumpur,” ujar Suherman saat ditemui di Stand Kota Pontianak di JCC, Jumat 7 februari 2025.

Awalnya, Suherman merasa kesulitan mencari busana khas Melayu di Pontianak, khususnya tanjak yang menjadi pelengkap pakaian adat Melayu. Melihat kekurangan tersebut, ia berinisiatif untuk membuat dan menyediakan kebutuhan tersebut. Seiring waktu, usahanya mendapatkan sambutan positif dari masyarakat lokal hingga internasional.

“Awalnya sulit sekali mencari busana khas Melayu di Pontianak. Dari situ saya berinisiatif untuk membuat dan menyediakan tanjak. Alhamdulillah, respons masyarakat luar biasa,” tambahnya.

Walaupun pada awalnya Suherman tidak memiliki keahlian membuat tanjak, ia mempelajari keterampilan tersebut secara otodidak dengan memanfaatkan teknologi, terutama melalui tutorial di Youtube. Dengan tekad dan kerja keras, ia berhasil mengembangkan keahliannya.

“Awalnya memang sulit mencari orang untuk belajar langsung. Tapi berkat teknologi, saya bisa belajar dari YouTube,” ungkapnya.

Suherman menjelaskan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk membuat sebuah tanjak berkisar antara satu hingga satu setengah jam, tergantung pada kerumitan desain dan bahan yang digunakan. Harga tanjak produksi *Kampung Tanjak* pun bervariasi, mulai dari Rp60 ribu hingga lebih dari Rp1 juta.

“Mulai dari Rp60 ribu hingga ada yang mencapai lebih dari Rp1 juta, tergantung pada bahan dan desainnya,” jelasnya.

Dalam mengelola usaha ini, Suherman dibantu oleh dua orang karyawan dan memanfaatkan media sosial serta pameran-pameran untuk memasarkan produk-produk tanjaknya. Dukungan dari Pemerintah Kota Pontianak juga sangat berarti, dengan pelatihan, fasilitas pameran, dan bantuan mesin jahit untuk meningkatkan produktivitas.

“Alhamdulillah, pemasaran kami terbantu dengan adanya pameran seperti ini. Selain itu, media sosial juga sangat membantu menjangkau pembeli dari berbagai kalangan,” tambahnya.

Sebagai pengrajin binaan Dekranasda Kota Pontianak, Suherman juga menerima dukungan dari beberapa BUMN yang memberikan bantuan berupa mesin jahit. Dengan bantuan ini, Suherman dapat memenuhi pesanan yang terus mengalir hampir setiap hari.

“Alhamdulillah untuk pemasaran tanjak-tanjak produksi saya tidak kesulitan, pesanan tak pernah putus, hampir setiap hari ada terus,” ungkapnya.

Kini, *Kampung Tanjak* menjadi salah satu pelopor dalam melestarikan budaya Melayu melalui kerajinan tanjak. Suherman berharap usaha yang ia jalani bisa terus berkembang dan semakin dikenal di pasar global.

“Saya juga terus berinovasi dengan mengkreasikan desain tanjak untuk menyesuaikan dengan kebutuhan pasar,” pungkasnya.

Selain tanjak, *Kampung Tanjak* juga memproduksi kain sampin, tempat tisu berbahan kain corak insang dan songket, miniatur tanjak sebagai cenderamata, serta memberikan pelatihan kerajinan tanjak dan busana Melayu.

“Selain itu, kami juga memberikan pelatihan kerajinan tanjak dan busana Melayu,” tutupnya. (*)