Sosialisasi Budaya Sensor Mandiri: Melindungi Anak dari Konten Tidak Sesuai

Ketua Komisi III LSF, Kuat Prihatin, yang menekankan pentingnya penyensoran film untuk melindungi anak-anak. Foto ist.

HARIAN KALBAR (PONTIANAK) – Kota Pontianak ditunjuk sebagai tuan rumah Sosialisasi Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri dengan tema ‘Memajukan Budaya Menonton Sesuai Usia’. Kegiatan ini dipimpin oleh Ketua Komisi III Lembaga Sensor Film (LSF), Kuat Prihatin, yang menekankan pentingnya penyensoran film untuk melindungi anak-anak dari konten yang tidak sesuai.

Dalam sosialisasi tersebut, Kuat Prihatin memaparkan data mengejutkan mengenai penyensoran film di Indonesia. “Dari 41.000 judul film, hanya 2,8 persen yang telah disensor oleh LSF. Ini menunjukkan bahwa banyak film yang beredar di platform Over-The-Top (OTT) belum terjangkau oleh proses penyensoran,” ungkapnya.

Bacaan Lainnya

Kegiatan ini juga bertujuan untuk menjangkau 10.000 orang dalam penyuluhan tentang pentingnya sensor film, meskipun saat ini baru sekitar 100 orang yang terpapar informasi ini. Upaya sosialisasi dilakukan dengan mengunjungi berbagai lokasi, termasuk sekolah dan bioskop, di mana iklan layanan masyarakat ditampilkan sebelum film. Diperkirakan, jumlah penonton bioskop dalam setahun mencapai 60-70 juta orang, memberikan potensi besar untuk sosialisasi lebih lanjut.

Ada rencana untuk memasukkan pesan sosialisasi ke dalam kurikulum pendidikan melalui kerja sama dengan badan standarisasi kurikulum. “Penting bagi kita untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak film terhadap anak-anak,” tambah Kuat Prihatin.

Diskusi juga mencakup dampak positif dan negatif dari film, terutama konten yang tidak sesuai untuk anak-anak, seperti kekerasan, horor, dan pornografi. Kesadaran orang tua dalam memilih film yang sesuai sangat ditekankan, karena pemilihan film yang tidak tepat dapat memicu kebingungan dan kecemasan pada anak.

Kuat Prihatin juga menyoroti bahwa orang tua sering kali membawa anak-anak mereka untuk menonton film yang tidak sesuai dengan usia, seperti film horor yang diperuntukkan bagi penonton berusia 17 tahun ke atas.

“Kita perlu bersama-sama menciptakan lingkungan menonton yang lebih aman dan sehat,” ujarnya, sambil menekankan pentingnya edukasi masyarakat agar lebih bijak dalam menggunakan media dan memahami dampak negatif dari konten yang ditonton.

Dengan target ambisius dan upaya terencana, diharapkan sosialisasi ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya penyensoran film, sehingga anak-anak terlindungi dari konten yang tidak pantas. (*)