HARIAN KALBAR (PONTIANAK) – Suasana Jalan Ahmad Yani dipenuhi warna-warni dan kemeriahan saat iring-iringan rombongan pengantar mempelai pengantin menarik perhatian warga yang sedang berolahraga di kawasan Car Free Day. Dalam Festival Arakan Pengantin yang berlangsung dalam rangka merayakan Hari Jadi ke-253 Pontianak, delapan pasang pengantin berparade dari Museum Negeri Pontianak menuju halaman Masjid Raya Mujahidin, diiringi alunan musik Tanjidor yang khas.
Peserta festival menampilkan keindahan pakaian adat Melayu Pontianak beserta pernak-perniknya, dilengkapi barang hantaran untuk pengantin wanita. Dari hasil penilaian juri, Kecamatan Pontianak Barat meraih juara pertama arakan pengantin, diikuti oleh Bank Kalbar dan Kecamatan Pontianak Tenggara sebagai juara kedua dan ketiga. Selain itu, penghargaan Hantaran Terbaik diberikan kepada Kecamatan Pontianak Timur, sementara Pengantin Terbaik disandang oleh Pontianak Barat.
Penjabat (Pj) Wali Kota Pontianak, Ani Sofian, mengapresiasi antusiasme peserta dalam gelaran budaya ini. Enam kecamatan dan dua Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) berpartisipasi dalam festival yang telah diakui secara nasional sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB) sejak 2017.
“Yang terpenting adalah pelestarian adat dan budaya Melayu Pontianak dalam prosesi pernikahan. Kita memiliki kewajiban untuk memelihara dan melestarikannya,” tegasnya usai menyerahkan hadiah kepada para juara.
Ani Sofian berharap jumlah peserta Festival Arakan Pengantin dapat meningkat di masa depan. Ia juga menekankan pentingnya promosi agar lebih banyak orang bisa menyaksikan festival ini, yang tidak hanya melestarikan budaya tetapi juga memberdayakan UMKM.
Festival ini digelar setiap tahun sebagai bagian dari rangkaian perayaan Hari Jadi Pontianak dan diharapkan dapat menjadi daya tarik wisata budaya yang menarik banyak pengunjung.
“Saya berharap Festival Arakan Pengantin terus berkembang dan dikemas dengan baik agar dapat menarik wisatawan untuk menikmati keistimewaan kota kita,” harapnya.
Dalam festival ini, musik Tanjidor berperan penting sebagai penyemangat peserta. Namun, Ani Sofian mencatat bahwa regenerasi pemain Tanjidor sangat diperlukan karena banyak pemusik yang sudah lanjut usia. “Kita perlu mendorong anak-anak muda untuk belajar musik Tanjidor agar seni ini tidak punah,” tuturnya.
Penilaian festival ini meliputi berbagai aspek, seperti etika, estetika, dan pelestarian budaya. Syafaruddin Usman, salah satu juri, menyatakan bahwa banyak peserta yang melakukan modifikasi pada penampilan, meskipun ada yang tetap mempertahankan bentuk asli. “Kita berharap bentuk orisinil dapat ditampilkan lebih banyak, meskipun modifikasi tetap diperbolehkan,” ujarnya.
Festival Arakan Pengantin tidak hanya menjadi ajang kreativitas, tetapi juga simbol komitmen masyarakat Pontianak dalam melestarikan budaya lokal. (*)