HARIAN KALBAR (PONTIANAK) – Tuberkulosis Paru (TB Paru) masih menjadi masalah kesehatan global yang memprihatinkan. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis ini menyerang paru-paru dan dapat menular melalui udara ketika penderita batuk, bersin, atau berbicara. Meskipun TB paru bisa disembuhkan dengan pengobatan yang tepat, penyakit ini tetap menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat.
Andre Dwi Wardana Saputro, A Md Kep, seorang perawat yang juga aktif memberikan edukasi tentang TB Paru, menjelaskan bahwa penting bagi masyarakat untuk mengenali gejala-gejala awal TB paru. “Batuk berdahak yang berlangsung lebih dari dua minggu, kadang disertai batuk berdarah, demam terutama pada malam hari, keringat malam, serta penurunan berat badan yang drastis, adalah tanda-tanda yang harus segera diwaspadai dan diobati,” ungkapnya saat memberikan edukasi kepada 20 pasien dan pengunjung di UPT RSUD SSMA Kota Pontianak, Selasa, 12 November 2024.
Faktor risiko TB paru sangat beragam. Orang yang tinggal di lingkungan padat penduduk, memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, serta kurangnya akses terhadap fasilitas kesehatan, sangat rentan terhadap infeksi ini. Begitu juga dengan individu yang memiliki penyakit penyerta, seperti diabetes (DM), yang meningkatkan kemungkinan tertular TB paru.
“Masyarakat yang tinggal di daerah padat penduduk dan dengan fasilitas kesehatan terbatas juga berisiko tinggi terpapar TB paru,” lanjut Andre.
Menurut Andre, meskipun TB paru merupakan penyakit yang dapat disembuhkan, pengobatan yang tidak adekuat dapat menyebabkan penyebaran lebih luas dan meningkatkan angka kematian. Oleh karena itu, pencegahan menjadi langkah yang sangat penting. Program deteksi dini, pengobatan yang terstandarisasi, serta edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pemeriksaan rutin dan penggunaan masker sangat diperlukan.
“Selain itu, pengawasan langsung terhadap pasien yang sedang menjalani pengobatan TB dan penggalakan vaksin BCG pada bayi baru lahir merupakan langkah-langkah pencegahan yang efektif,” tambahnya.
Andre juga menekankan pentingnya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi penyebaran TB paru. “Dengan kesadaran yang tinggi dan partisipasi aktif dari masyarakat, serta dukungan penuh dari pemerintah, kita bisa menekan angka penderita TB paru,” harapnya.
Pemerintah, menurutnya, memiliki peran krusial dalam menyediakan akses pemeriksaan dan pengobatan, serta mengedukasi masyarakat tentang pentingnya deteksi dini. Jika upaya-upaya ini terus digencarkan, Indonesia diharapkan bisa bebas dari TB pada tahun 2035.
“Semua pihak harus bekerja sama agar TB paru tidak lagi menjadi ancaman besar bagi kesehatan masyarakat. Dengan langkah yang tepat, kita bisa mencegah penyebarannya dan melindungi generasi mendatang,” tutup Andre. (*)