Berani Sentuh Ular di CFD Pontianak, Warga Antusias Belajar dari Komunitas Pecinta Satwa Eksotis

Para pengunjung antusias mengabadikan momen dengan hewan yang ditampilkan oleh komunitas Independent Exotic Pets di area CFD. Foto ist.

HARIAN KALBAR (PONTIANAK) – Suasana Car Free Day (CFD) di depan Ayani Megamal Pontianak, Minggu pagi 15 Juni 2025, tak seperti biasanya. Di tengah warga yang berlari pagi atau bersepeda santai, satu sudut jalan dipenuhi kerumunan. Mereka bukan menonton atraksi musik, melainkan berani mendekat—bahkan memegang—hewan-hewan eksotis seperti ular python albino, iguana, hingga burung hantu.

Di antara kerumunan, Syifa (21) tampak menahan napas saat seekor python albino melingkar lembut di lehernya. Awalnya hanya berniat menonton, keberaniannya muncul setelah melihat orang-orang berani berpose dengan sang ular.

Bacaan Lainnya

“Saya sebenarnya takut sama ular. Tapi lihat orang lain bisa, saya pun penasaran. Ternyata unik juga. Kulitnya dingin dan lembut, bukan seperti yang saya bayangkan,” ujar Syifa sambil tersenyum lega usai berfoto.

Kehadiran satwa-satwa itu bukan sekadar hiburan. Di baliknya ada komunitas Independent Exotic Pets (IEP), sebuah wadah para pecinta hewan eksotis di Pontianak yang punya misi edukatif. Komunitas ini secara rutin tampil di CFD setiap Minggu pagi, lalu sore harinya berpindah ke Bundaran Digulis Universitas Tanjungpura.

Zulfani, pendiri IEP, menyebut komunitas ini lahir dari kerinduan untuk berbagi pengetahuan dan menghapus stigma negatif terhadap hewan-hewan eksotis.

“Kami ingin mengedukasi masyarakat bahwa hewan seperti ular, kadal, dan musang bukan selalu berbahaya. Kalau dipahami dan dipelihara dengan benar, mereka bisa jadi sahabat,” ujarnya.

IEP kini menjadi rumah bagi berbagai jenis satwa eksotis seperti iguana, kura-kura jinak, sugar glider, hingga burung hantu. Semua hewan yang dibawa telah terbiasa dengan manusia dan menjadi bagian dari kampanye edukasi lingkungan hidup dan satwa.

“Mereka juga ciptaan Tuhan. Tidak seharusnya ditakuti apalagi dibunuh hanya karena bentuknya menakutkan,” tambah Zulfani.

Tak hanya tampil di ruang publik, IEP juga rutin menjalankan program “IEP Goes to School”, menyasar mulai dari taman kanak-kanak hingga sekolah dasar. Tujuannya sederhana tapi kuat: membangun pemahaman dan empati sejak dini terhadap satwa.

“Anak-anak biasanya cuma tahu dari YouTube atau buku. Tapi saat mereka bisa melihat langsung, bahkan menyentuhnya, itu jadi pengalaman tak terlupakan,” jelasnya.

Anak-anak pun menjadi audiens yang paling antusias. Dengan mata membulat, tangan gemetar tapi penuh semangat, mereka bertanya, tertawa, kadang menjerit kecil. Tapi semuanya berakhir dengan pelajaran: bahwa tidak semua yang asing itu harus ditakuti.

Bagi sebagian pengunjung CFD, atraksi satwa eksotis ini mungkin hanya selingan. Tapi bagi IEP, setiap pertemuan adalah misi, menanamkan cinta terhadap makhluk hidup, memperkenalkan sisi lain dari satwa yang sering disalahpahami, dan menyuarakan pentingnya memahami alam secara utuh.

“Kami ingin masyarakat tahu: hewan eksotis bukan tren, bukan pajangan. Mereka makhluk hidup yang butuh perhatian, perawatan, dan yang paling penting, pengertian,” pungkas Zulfani. (*)