Tumpang Tindih Lahan Usaha Antara PT PBI dan PT CMI, Akhirnya Putusan Perkara di PN Ketapang Dilaporkan ke Komisi Yudisial

Direktur Utama PT PBI, Ahmad Upin Rahmadan saat menyerahkan laporan ke Komisi Yidisial di Jakarta. Foto ist.

HARIAN KALBAR (KETAPANG) – Terkait kasus tumpang tindih lahan usaha antara PT Putra Berlian Indah (PT PBI) dan PT Cita Meneral Investindo (PT CMI) Tbk Site Air Upas, Direktur Utama PT PBI, Ahmad Upin Rahmadan baru-Baru ini memberikan informasi kepada awak media terkait putusan nomor.20/Pdt.G/2023 PN Ketapang. Menurut Upin Rahmadan, keputusan yang dibuat oleh majelis Hakim Ega Shaktiana, SH,MH tidak sesuai fakta persidangan dan merugikan pihak PT PBI.

“Kami juga melihat majelis hakim yang memutus perkara ini mengesampingkan fakta persidangan, bukti dan saksi, yang mana saksi Nur Rochim yang di hadirkan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Ketapang, mengatakan dengan jelas bahwa izin PKPPR milik PT PBI memiliki kekuatan hukum yang sama,” ungkap Upin Rahmadan di Ketapang, Jumat 11 Mei 2024.

Bacaan Lainnya

Selain itu ujarnya lagi, pada saat sidang lapangan PT CMI Tbk, Site Air Upas tidak bisa menunjukan titik koordinat miliknya dilapangan.

“Atas hal tersebut di atas, kami menyatakan banding dan mempertanyakan dasar mejelis hakim negeri Ketapang dalam memutus perkara ini, karna semua dalil yang kami dalilkan di pengadilan negeri Ketapang dapat kami buktikan dengan baik,dan berkesesuai dengan keterangan saksi,baik dari PT.Putra Berlian Indah maupun dari saksi PT. CMI. Dan hakim tidak boleh memutus perkara diluar dari pada objek yang di persoalkan di dalam persidangan, walaupun itu menjadi kewenangan seorang hakim tapi dalam memutus perkara hakim wajib memperhatikan barang bukti dan fakta persidangan,” ujar Upin.

Menurutnya, sebab itulah kenapa PT. PBI membuat laporan ke Komisi Yudisial atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan profesi hakim tersebut, yang mana menurut PT PBI putusan yang di buat oleh majelis hakim Ega Shaktiana dan kawan-kawan, sangat tidak berkeadilan dan sangat keliru karna mengesampingkan bukti dan fakta persidangan.

“Selain itu juga kami menduga bahwa ada interpensi kekuasaan terhadap putusan ini, yang kami anggap sebagai mafia hukum, yang berlindung dibalik kekuasaanya pada saat ini,” tegas Upin.

Ia mengatakan, PT PBI juga membuat laporan ke Mabes Polri atas dugaan elegal mining yang dilakukan oleh PT CMI Tbk. Site Air Upas yang dianggap telah melanggar ketentuan dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 yang isinya barang siapa yang melakukan usaha penambangan tanpa izin usaha Pertamabangan, Izin Pertambangan Pakayat atau Izin Usaha Pertambangan Khusus sebagaimana dimaksud Pasal 37,Pasal 40 ayat(3), Pasal 48 dan Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) Undang-Undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak 10.000.000.000.,00.

“Kami juga membuat laporan ke Komisi Yudisial atau KPK, Karena kami juga menduga bahwa ada keterlibatan oknum pemerintah yang sengaja ingin menginterpensi kasus yang sedang kami hadapai saat ini,dan kami juga berharap kepada KPK Agar dapat menindak oknum mafia Hukum dan mafia-mafia yang berkeliaran bebas di Kalimantan Barat ini, Secara Khusus Kabupaten Ketapang,” ujar Upin.

Bukan tanpa sebab, menurut Upin PT PBI memiliki izin PKPPR Nomor. 29122110216104011 yang berada di wilayah Dusun Batang Belian Desa Karya Baru, kecamatan Marau Kab. Ketapang Kalimantan Barat, dengan luasan 6000 ha. Bahkan di atas lahan 6000 ha PT PBI sudah bebaskan 102 ha. dimana beberapa di antaranya memiliki sertifikat dan SKT.

“Kami juga PT PBI sudah mengantongi klarifikasi dan penegasan dari dinas DPMPTSP Provinsi Kalimantan Barat dengan nomor. 500.10.26/3787/DPMPTSP-A yang menyatakan di wilayah Desa Karya Baru, Kecamatan Marau Kabupaten Ketapang Kalbar terdaftar dan teregisterasi atas nama PT PBI. Selain itu juga kami sudah di mediasi oleh Pemerintah melalui Pj Gubernur Bapak dr. Harisson, M.Kes dan hal tersebut juga di abaikan oleh Majelis Hakim Ega Shaktiana, SH, MH yang memutus perkara ini,” terang Upin.

Upin Rahmadan menilai, atas keputusan tersebut sangat-sangat merugikan PT PBI sebagai pelaku usaha yang semestinya mendapatkan hak dan kesempatan yang sama seperti pelaku usaha lain.

“Bahkan lahan yang kami sudah bebaskan dengan masyarakat juga tidak di hargai oleh majelis hakim sama sekali, sehinga kami sebagai anak bangsa dan sebagai warga negara Indonesia merasa hak asasi kami di renggut oleh Pengadilan Negeri Ketapang,” pungkas Upin Rahmadan. (Sy)