Pondok Pesantren Lanjut Usia, Upaya Mencapai Ketenangan Di Ujung Pencarian Dalam Rentang Kehidupan

Ponpes Tua

 

SUARAMILENIALKALBAR.COM (PONTIANAK) – Kemana manusia akan pergi setelah mereka meninggal dunia?. Sebuah pertanyaan besar yang terkadang luput jadi perhatian ditengah kesibukan dan aktivitas kita sehari-hari, padahal meninggal dunia merupakan sebuah kepastian yang menanti untuk dijumpai oleh setiap manusia yang hidup.

 

Kehidupan diiringi dengan kematian, hal tersebut diterangkan secara jelas dalam Al-Qur’an Surah Al-Jumu’ah ayat 8:

قُلْ اِنَّ الْمَوْتَ الَّذِيْ تَفِرُّوْنَ مِنْهُ فَاِنَّهٗ مُلٰقِيْكُمْ ثُمَّ تُرَدُّوْنَ اِلٰى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ

Artinya : Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, ia pasti menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”

 

Ilmu pengetahuan modern saat ini dinilai tak memberikan kepuasan untuk menjawab pertanyaan besar itu, alih-alih terdapat aliran nihilis yang berpendapat “bahwa manusia akan tiada (hilang) setelah mereka meninggal dunia” atau aliran naturalis yang melihat saat kita meninggal (manusia) akan “menyatu dengan alam semesta”.

 

Jawaban-jawaban ilmu pengetahuan modern tersebut dinilai tak mampu membuat manusia puas akan pertanyaan “kemana sejatinya kita akan berlabuh setelah kematian itu datang bak bom waktu yang menunggu diledakkan di antara riuhnya dunia ini?”

 

Ketika menulis ini, saya kembali merefleksikan diri untuk menentukan kembali apa yang sejatinya saya cari di dunia ini. Di suatu kafe daerah Yogyakarta, malam itu saya duduk sendiri, tiba-tiba musik memutar lagu milik Dream Teater “The Spirit Carries On”, band legendaris dengan personel orang-orang berpengetahuan dan hebat, dalam lirik lagu itu mereka mengutarakan keresahan tentang sebuah pertanyaan kemana manusia akan pergi setelah mereka meninggal dunia, lewat liriknya pula pertanyaan itu akan diketahui setelah mereka merasakan kematian, mereka menyebut bahwa jiwa mereka akan abadi, pertanyaan dan jawaban itu mereka kemas melalui lirik-lirik yang sangat dalam (filosofis), berikut beberapa potongan liriknya :

 

Where do we go when we die? (kemana kita akan pergi setelah kita mati?)

“If I die tomorrow” (Jika aku mati besok)

I’d be alright” (Aku akan baik-baik saja)

“Because I believe that after we’re gone” (Karena aku yakin setelah kita mati)

“The spirit carries on” (Jiwa kita tetap abadi).

 

 

Dari lirik lagu tersebut saya menyadari bahwa sampai saat ini, yang mampu menjawab secara mendalam (meski tak empiris atau rasional) kemana kita akan dibawa setelah meninggal hanyalah studi keagamaan. Dalam agama Islam, dijelaskan bahwa manusia akan mengalami kelahiran hingga kematian yang dijelaskan pada Surah Al’Mu’min ayat 67-68 yang berbunyi :

 

هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ يُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ ثُمَّ لِتَكُونُوا شُيُوخًا ۚ وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّىٰ مِنْ قَبْلُ ۖ وَلِتَبْلُغُوا أَجَلًا مُسَمًّى وَلَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ هُوَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ ۖ فَإِذَا قَضَىٰ أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ

 

Artinya : Dialah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya).Dialah yang menghidupkan dan mematikan, maka apabila Dia menetapkan sesuatu urusan, Dia hanya bekata kepadanya: “Jadilah”, maka jadilah ia

 

Tidak hanya membahas mengenai penciptaan dan kematian, dalam Islam juga dijelaskan mengenai kemana kita akan dibawa setelah meninggal dunia, manusia akan berada di alam Barzakh, yakni alam pemisah antara dunia dan akhirat dimana manusia akan menunggu dibangkitkan di hari Kiamat kelak, ayat yang membahas mengenai hal tersebut dapat dijumpai pada Surah Al’Mu’minun ayat 99-100 :

 

حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ ٱلْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ٱرْجِعُونِ

لَعَلِّىٓ أَعْمَلُ صَٰلِحًا فِيمَا تَرَكْتُ ۚ كَلَّآ ۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَا ۖ وَمِن وَرَآئِهِم بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ

 

Artinya: (Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), Agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan.

 

Dari potongan ayat tersebut diketahui bahwa jauh sebelum adanya teori barat, perspektif Islam telah memberikan jalan terang mengenai kemana manusia akan berlabuh setelah mereka meninggal dunia. Namun, terlepas dari itu semua, poin pembahasan yang akan saya sampaikan pada artikel ini adalah mengenai masa atau tahapan akhir dari rentang kehidupan seorang manusia yakni tahap lanjut usia.

 

Pakar Psikologi Perkembangan Barat bernama Hurlock, menyebut bahwa individu yang masuk dalam tahap perkembangan lanjut usia akan mengalami goncangan dari segala arah termasuk psikologis apabila tidak menyadari dan segera mengambil peran, hal tersebut disebabkan oleh senescene yakni perubahan yang terjadi pada lanjut usia secara evolusioner dan sifatnya degenerative (merusak).

 

Tahap akhir ini dipenuhi dengan dilemma karena dengan sadar individu lanjut usia akan memahami bahwa waktu mereka tak lama lagi. Lantas apakah seorang lanjut usia muslim mampu menghadapi kenyataan, menyadari, dan memahami bahwa mereka akan menjumpai kematian?

 

Asumsi yang paling relevan tentang pertanyaan apakah lanjut usia muslim siap menghadapi perjumpaanya dengan kematian adalah “tergantung individu lanjut usia itu sendiri”, namun mayoritas dari hasil riset, lansia mengalami ketidaktenangan yang dimanifestasikan melalui isolasi dan perasaan kesepian, yang diperkeruh dengan penilaian sosial sebagai sosok yang tidak berguna, beban, dan kolot.

 

Tragisnya pula, karena suatu kesepian yang kadang luput dari kesadaran kita, dijumpai bahwa lanjut usia di Gunungkidul, Yogyakarta nekat mengakhiri hidupnya. Tidak sampai itu saja, di Tangsel, tindakan bunuh diri juga dilakukan oleh lanjut usia yang lama menduda karena kesepian.

 

Berangkat dari pemberitaan tersebut maka timbul pertanyaan besar mengenai apa sejatinya kebutuhan lanjut usia agar mereka merasa tenang dan mampu berdamai dengan dirinya ditengah goncangan psikologis dan kesadaran akan terbatasnya waktu yang mereka miliki tersebut?.

 

Hurlock, seorang tokoh besar dalam psikologi perkembangan mengutarakan bahwa lansia akan mendapatkan ketenangan apabila di akhir tahapan kehidupan tersebut dipenuhi dengan kegiatan spiritual keagamaan.

 

 

Namun jauh sebelum Hurlock mengutarakan mengenai pentingnya kebutuhan spiritualitas dan keagamaan pada lanjut usia ditunjukkan melalui firman Allah dalam Al-Qur’an Surah Al-An’am (6:162):

 

قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ

 

Artinya : “Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”

 

Dalam sudut pandang psikologi, riset yang dilakukan oleh Birohmatika & Diana juga menjumpai bahwa pengalaman spiritual akan menciptakan kepribadian yang matang dan memiliki kebermaknaan hidup.

 

Penelitian dan teori yang dikemukakan tersebut sebelumnya selaras dan dijumpai bahwa Pondok Pesantren yang dahulu hanya dihuni oleh santri anak, remaja, dan dewasa kini telah bertransformasi menjadi Pondok Pesantren Lansia untuk menjadi media dalam pemenuhan kebutuhan spiritual keagamaan yang dibutuhkan oleh individu lanjut usia muslim, Pondok Pesantren yang unik itu berlokasi di Kauman, Payaman, Kabupaten Magelang.

 

Hadirnya Pondok Pesantrenn tersebut kemudian memantik para peneliti muslim melakukan riset, uniknya para peneliti muslim itu menjumpai bahwa motivasi lansia ‘nyantri’ di Pondok pesantren tersebut adalah ingin meninggal dalam keadaan Husnul Khotimah, ingin belajar agama, menebus kesalahan yang telah lalu, dan tidak merepotkan orang lain.

 

Oleh karena itu Pondok Pesantren Lansia menjadi upaya yang ideal dalam memenuhi kebutuhan lanjut usia. Apa yang dilakukan oleh lanjut usia tersebut selaras dengan Hadits yang menyebutkan bahwa:

 

 

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

 

Artinya: “Jika seseorang meninggal dunia maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau doa anak yang saleh.” (HR. Muslim nomor 1631).

 

Program-program yang ditawarkan juga memberikan orientasi untuk mempersiapkan bekal menuju alam selanjutnya seperti belajar mengaji, mendengarkan dakwah, shalat lima waktu berjamaah, shalat sunnah malam dan lain sebagainya.

 

Selain aspek amalan individu, kegiatan di Pondok Pesantren lansia tersebut juga dijumpai aktivitas bersama dengan sesama santri lansia seperti memasak bersama, berbelanja ke pasar bersama, dan juga berbagi.

 

Dalam konteks lanjut usia hal yang dibutuhkan tidak hanya sisi spiritual keagamaan saja melainkan juga kebutuhan akan interaksi dengan orang lain. (Alif Muhammad Zakaria).

 

 

REFERENSI

 

Birohmatika, M. N., & Diana, R. R. (2012). Makna Suluk Pada Lansia Anggota Jamaah Tarekat Naqsyabandiyah. Psikologika: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi17(2), 39-51.

Fees, B. S., Martin, P., & Poon, L. W. (1999). A model of loneliness in older adults. The Journals of Gerontology Series B: Psychological Sciences and Social Sciences54(4), P231-P239.

https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4523777/tragis-di-gunungkidul-banyak-lansia-gantung-diri-karena-kesepian Diakses pada 20 Juni 2023 pada Pukul 23.22 WIB.

https://megapolitan.kompas.com/read/2022/09/21/14512181/diduga-kesepian-setelah-lama-menduda-lansia-di-setu-tangsel-gantung-diri?page=all Diakses pada 21 Juni 2023 pada Pukul 22.21 WIB.

Machdali, I., & Budiyanto, M. (2014). Perilaku Keagamaan Santri Lanjut Usia (LANSIA) di Pondok Pesantren Sepuh Masjid Agung Payaman Magelang. Unisia36(81), 123-134.

Zakaria, A. M. Pengalaman Kesepian dan Strategi Koping pada Santri Lanjut Usia. Wacana14(1), 71-88.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *