Ribuan WNI Pulang dari Malaysia: Kisah di Balik Deportasi dan Harapan Baru di Tanah Air

Deportasi WNI dari Sarawak melalui PLBN Entikong yang di lakukan oleh Pemerintah Malaysia. Foto ist.

HARIAN KALBAR (KUCHING) – Di tengah raut lelah dan mata yang menahan haru, sebanyak 102 warga negara Indonesia (WNI) dan pekerja migran Indonesia (PMI) akhirnya bisa menginjakkan kaki kembali ke tanah air pada Kamis, 23 Oktober 2025. Mereka dipulangkan dari Depot Tahanan Imigresen (DTI) Semuja, Serian, Sarawak, Malaysia, dengan pendampingan penuh dari KJRI Kuching melalui jalur ICQS Tebedu – PLBN Entikong.

Dari jumlah tersebut, terdapat 67 laki-laki, 33 perempuan, serta empat anak-anak yang ikut pulang — tiga di antaranya anak laki-laki dan satu anak perempuan. Mereka adalah bagian dari ribuan WNI yang selama ini berjuang di negeri jiran untuk mencari nafkah, namun terpaksa menghadapi nasib pahit karena masalah keimigrasian.

Bacaan Lainnya
Gelombang pemulangan atau Deportasi WNI bermasalah dalam waktu berlainan dari Sarawak Malaysia ke Indonesia. Foto ist.

Hingga 23 Oktober 2025, KJRI Kuching mencatat sebanyak 3.978 WNI/PMI bermasalah telah dideportasi oleh Jabatan Imigresen Malaysia, sementara 123 orang lainnya dipulangkan melalui program repatriasi dari Tempat Singgah Sementara (TSS).

Sebagian besar dari mereka terjaring karena melanggar aturan keimigrasian Malaysia — mulai dari masuk tanpa dokumen resmi, bekerja tanpa izin, hingga tinggal melebihi masa visa. Setelah menjalani hukuman di Sarawak, mereka akhirnya bisa kembali ke Indonesia dengan harapan baru untuk memulai kehidupan yang lebih baik.

Konjen RI Kuching, Abdullah Zulkifli, menegaskan bahwa KJRI Kuching akan terus hadir memberikan pendampingan dan perlindungan bagi seluruh WNI di wilayah kerja Sarawak. Ia juga mengingatkan masyarakat agar tidak mudah tergiur iming-iming pekerjaan di luar negeri tanpa dokumen yang sah.

“Jangan berangkat tanpa izin resmi. Keselamatan dan masa depan mereka jauh lebih penting,” ujarnya.

Bagi ratusan WNI yang baru saja pulang, perjalanan ini bukanlah akhir, melainkan awal baru untuk menata kehidupan di tanah air — tempat mereka pulang dengan sejuta pelajaran dan harapan. (*)