HARIAN KALBAR (PONTIANAK) – Sebanyak 16 siswa dari salah satu sekolah di Kecamatan Benua Kayong, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, dilaporkan mengalami gejala keracunan usai mengonsumsi makanan dari dapur milik Yayasan Adinda Karunia Ilahi, Senin 23 September 2025. Peristiwa ini sempat memicu kekhawatiran di tengah masyarakat.
Namun, pihak yayasan meminta publik tetap tenang dan menunggu hasil resmi dari otoritas kesehatan sebelum menarik kesimpulan.
“Kami mohon maaf atas kejadian ini. Ini menjadi perhatian serius dan kami akan segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh sistem dapur,” ujar Pengelola Yayasan Adinda Karunia Ilahi, Hefni Maulana, di Pontianak, Rabu 24 September 2025.
Dari total 3.474 siswa penerima manfaat program makan bergizi gratis (MBG) di 24 sekolah yang dikelola yayasan, hanya satu sekolah yang melaporkan adanya kasus gejala keracunan. Sekolah-sekolah lain, meski menerima makanan dari dapur yang sama, tidak mengalami kasus serupa.
“Kalaupun ini keracunan makanan, logikanya semua siswa yang makan pasti terdampak. Karena itu, mari kita tunggu hasil investigasi resmi sebelum membuat asumsi,” jelas Hefni.
Menurutnya, penanganan terhadap para siswa berlangsung cepat. Pihak sekolah langsung berkoordinasi dengan tenaga medis, dan kondisi siswa berhasil ditangani dengan baik.
“Alhamdulillah, respon cepat dari sekolah dan petugas medis membuat kondisi siswa bisa dikendalikan sejak awal,” tambahnya.
Yayasan juga mengimbau masyarakat untuk tidak menyebarkan informasi yang belum terverifikasi. Hefni menegaskan bahwa insiden ini tidak mencerminkan keseluruhan kualitas program MBG yang selama ini berjalan dan memberikan manfaat nyata.
“Ini kasus terbatas. Jangan sampai satu insiden menutup mata kita terhadap manfaat besar yang sudah dirasakan ribuan siswa,” tegasnya.
Ia juga menyebut bahwa kemungkinan faktor lain, seperti alergi makanan atau kondisi kesehatan individual, bisa menjadi penyebab, bukan semata-mata karena kualitas makanan. Oleh sebab itu, pihak yayasan akan menunggu hasil uji laboratorium terhadap sampel makanan dan bekerja sama penuh dengan Dinas Kesehatan dan instansi terkait.
“Kami terbuka untuk evaluasi dan siap memperbaiki sistem bila ditemukan kekurangan. Prioritas kami adalah keselamatan dan kesehatan anak-anak,” ujar Hefni.
Ia menutup pernyataan dengan komitmen untuk terus meningkatkan standar pelayanan program MBG.
“Kami menjadikan ini sebagai pelajaran. Insiden ini akan jadi bahan evaluasi penting agar kami bisa lebih baik ke depan,” tandasnya. (*)