HARIAN KALBAR (PONTIANAK) – Kota Pontianak kembali menorehkan prestasi membanggakan di kancah nasional dalam bidang pelayanan publik. Pemerintah Kota Pontianak berhasil meraih Indeks Pelayanan Publik (IPP) sebesar 4,35 dengan kategori Sangat Baik (A-) dari Kementerian PANRB untuk tahun 2024. Tak hanya itu, kota ini juga diganjar Predikat Kepatuhan Pelayanan Publik dengan skor 94,96 atau Kualitas Tertinggi (A) dari Ombudsman Republik Indonesia.
Prestasi ini tidak datang dari satu institusi saja. Beberapa perangkat daerah turut menyumbang pencapaian gemilang. RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie mencatat IPP sebesar 4,49, Disdukcapil 4,46, dan Dinas Sosial 4,09—semuanya meraih predikat Sangat Baik (A-). Selain itu, Bagian Organisasi Setda Kota Pontianak juga menerima penghargaan atas perannya dalam membina dan mendampingi perangkat daerah untuk peningkatan mutu layanan.
Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono, menyambut langsung penghargaan tersebut dan menyampaikan apresiasi tinggi kepada seluruh aparatur Pemkot yang telah bekerja keras menghadirkan layanan yang cepat, sederhana, dan berpihak kepada masyarakat.
“Penghargaan ini bukan sekadar seremoni. Ini adalah pengakuan bahwa kita berada di jalur yang benar. Tapi lebih penting dari itu, ini adalah pengingat bahwa kita masih punya banyak pekerjaan rumah,” tegas Edi saat memberikan sambutan di Aula SSA Kantor Wali Kota, Kamis 11 September 2025.
Menurutnya, kondisi sosial-ekonomi saat ini menuntut pemerintah hadir lebih responsif. Di tengah tekanan ekonomi, tingginya kebutuhan administrasi, dan tantangan sosial lainnya, pelayanan publik harus menjadi solusi, bukan sumber beban tambahan.
“Layanan publik bukan hanya soal kecepatan, tapi juga tentang empati. Masyarakat kita beragam: ada pengusaha kecil yang mengurus izin, ada pasien yang butuh pelayanan cepat di rumah sakit, ada warga yang datang hanya untuk mengurus KTP atau akta kelahiran. Semua harus dilayani dengan standar yang sama: cepat, tepat, dan manusiawi,” jelasnya.
Edi juga menekankan bahwa reformasi birokrasi tidak boleh berhenti pada tataran aturan atau penghargaan. Yang dibutuhkan masyarakat adalah perubahan nyata—layanan yang benar-benar hadir dalam kehidupan sehari-hari.
“Jangan sampai kita terlena dengan angka dan penghargaan. Masih banyak masyarakat yang hidupnya bergantung pada layanan dasar dari pemerintah. Itulah kenapa kami akan terus mendorong aparatur untuk lebih peka, lebih responsif, dan lebih hadir,” tambahnya.
Ia menegaskan, capaian ini adalah hasil kolaborasi seluruh pihak—dari pimpinan hingga petugas lapangan, dari tenaga administrasi hingga masyarakat yang ikut mengawasi dan memberi masukan.
“Ini keberhasilan bersama. Tapi yang lebih penting, ini adalah awal dari perjalanan panjang kita untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan. Karena masyarakat berhak mendapat yang terbaik, apalagi di zaman seperti sekarang, ketika kebutuhan hidup makin kompleks dan pelayanan yang lambat tidak lagi bisa ditoleransi,” pungkasnya. (*)