Pontianak Kejar Piagam Adipura, Kesadaran Warga Jadi Kunci Utama

Wakil Wali Kota Pontianak Bahasan membuka sosialisasi Konsep Baru Adipura. Foto ist.

HARIAN KALBAR (PONTIANAK) – Pemerintah Kota Pontianak membidik Piagam Adipura sebagai bentuk pencapaian tertinggi dalam pengelolaan kebersihan dan lingkungan kota. Setelah dua tahun berturut-turut berhasil meraih Sertifikat Adipura, tantangan selanjutnya adalah memenuhi berbagai indikator yang lebih kompleks untuk bisa menyabet penghargaan penuh.

Wakil Wali Kota Pontianak, Bahasan, menegaskan bahwa keberhasilan meraih Adipura bukan semata-mata karena tampilan fisik kota yang rapi, tetapi juga ditentukan oleh kesadaran seluruh elemen masyarakat, termasuk pelaku usaha dan para pendatang. Ia menekankan bahwa tanpa keterlibatan aktif dari warga, semua upaya yang dilakukan pemerintah akan sia-sia.

Bacaan Lainnya

“Kalau hanya menata wajah kota supaya terlihat bagus tanpa kesadaran masyarakat, upaya kita dianggap gagal,” ujarnya saat membuka Sosialisasi Konsep Baru Adipura di Aula SSA Kantor Wali Kota, Kamis 21 Agustus 2025.

Salah satu terobosan besar yang tengah dipersiapkan adalah pembangunan sistem pengelolaan sampah berbasis industri, hasil hibah dari Bank Dunia senilai Rp207 miliar. Proyek ini direncanakan mulai dikerjakan pada 2026 dan ditargetkan beroperasi pada 2028. Selain akan mengurangi volume sampah secara signifikan, fasilitas ini juga dirancang untuk menghasilkan energi listrik.

“Ini bentuk penghargaan internasional bagi Pontianak. Tugas kita memastikan dana tersebut benar-benar bermanfaat bagi lingkungan dan warga,” kata Bahasan.

Konsep baru Adipura tahun 2025 menyoroti pentingnya sinergi antara anggaran, partisipasi publik, dan infrastruktur. Pemerintah kota berharap seluruh perangkat hingga tingkat RT dan RW dapat menyatukan langkah dan pemahaman agar pengelolaan sampah bisa berjalan optimal.

“Kalau semua pihak bergerak dengan satu pemahaman, mulai dari camat, lurah, sampai pengurus lingkungan, hasilnya akan jauh lebih maksimal,” tegasnya.

Dalam tiga tahun terakhir, Pontianak telah menunjukkan progres positif dengan menurunnya volume sampah harian dari sekitar 400 ton menjadi 200–300 ton. Penurunan ini berkat penerapan sistem pemilahan sampah dan gerakan bank sampah yang mulai mendapat tempat di hati masyarakat. Meski demikian, masih ada tantangan seperti keberadaan tempat pembuangan sementara (TPS) liar yang membutuhkan pendekatan komunikasi dan edukasi lebih intensif kepada warga.

Tak hanya fokus pada kebersihan, Pemkot Pontianak juga mengintegrasikan program ini dengan aspek kesehatan masyarakat. Upaya penanganan stunting menjadi bukti keberhasilan lainnya, di mana Pontianak menempati peringkat pertama dalam konvergensi aksi penurunan stunting se-Kalimantan Barat.

“Menjaga kebersihan adalah bagian dari iman sekaligus perintah agama. Kalau lingkungannya kotor, kesehatan warga pun terancam,” tambah Bahasan.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Pontianak, Syarif Usmulyono, menjelaskan bahwa penilaian Adipura kali ini jauh lebih ketat dibanding sebelumnya. Tim penilai tidak lagi terpaku pada titik-titik tertentu yang sudah dipoles, melainkan menyisir kondisi keseharian kota secara menyeluruh.

“Kalau sebuah daerah masih bisa meraih sertifikat, apalagi piagam Adipura, itu berarti kotanya benar-benar hebat soal kebersihan,” ujarnya.

Dalam sosialisasi kali ini, DLH turut melibatkan akademisi, sekolah, universitas, dan kelompok masyarakat untuk menyamakan visi dalam pengelolaan sampah. Usmulyono berharap, semangat menuju Adipura tidak hanya menjadi kegiatan seremonial tahunan, tapi benar-benar menjadi bagian dari budaya hidup masyarakat Pontianak.

“Mendapatkan Adipura tidak bisa hanya oleh pemerintah. Semua elemen masyarakat harus terlibat supaya persepsi kita tentang sampah sama dulu,” pungkasnya. (*)