Tarif Impor AS Picu Kekhawatiran PHK Massal, DPC Pelikha Sekadau Desak Pemerintah Bertindak

Ketua DPC Pelikha Kabupaten Sekadau, Kornelius Nene. Foto ist.

HARIAN KALBAR (SEKADAU) – Kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh Amerika Serikat diprediksi akan berdampak langsung pada kelesuan sektor industri di Indonesia. Tekanan tersebut dikhawatirkan akan berujung pada gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara massal yang bisa merembet hingga ke tingkat daerah.

Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Pejuang Lintas Khatulistiwa (Pelikha) Sekadau, Kornelius Nene, menyatakan kekhawatiran mendalam terhadap ancaman krisis ketenagakerjaan yang dapat dipicu oleh menurunnya daya saing produk ekspor Indonesia. “Kami menilai kebijakan tarif impor Amerika ini akan membawa dampak serius bagi dunia usaha, dan terlebih lagi bagi jutaan pekerja di Indonesia,” ujarnya, Minggu 17 Agustus 2025.

Bacaan Lainnya

Menurut Nene, tarif tinggi dari AS akan menekan daya saing industri nasional. Jika sektor industri tertekan, maka pengurangan tenaga kerja atau PHK dalam skala besar sangat mungkin terjadi. “Juga menurunnya kesejahteraan buruh. Ketidakpastian pasar ekspor membuat perusahaan berhemat dengan menekan biaya tenaga kerja. Dampaknya, upah layak, jaminan sosial, dan perlindungan kerja semakin terancam,” lanjutnya.

Ia juga menyoroti potensi makin meluasnya praktik outsourcing dan kerja kontrak tidak pasti, yang kerap dijadikan jalan pintas oleh perusahaan untuk bertahan di tengah tekanan global. Menurutnya, kebijakan seperti ini sangat merugikan buruh dan memperlebar ketimpangan sosial.

Selain itu, Nene menilai sistem perpajakan dan regulasi hukum yang belum berpihak pada buruh justru memperburuk kondisi. “Dalam situasi sulit ini, buruh justru terbebani dengan sistem pajak yang tidak adil dan lambannya pemerintah menyusun regulasi ketenagakerjaan baru pasca putusan Mahkamah Konstitusi,” tegasnya.

DPC Pelikha Sekadau secara tegas menolak segala bentuk kesepakatan tarif RI–AS yang tidak berpihak pada kepentingan nasional dan kaum pekerja. Mereka juga mendesak pemerintah untuk segera membentuk Satuan Tugas (Satgas) PHK guna mengantisipasi gelombang pemutusan kerja massal, serta menyusun kebijakan proteksi bagi industri dalam negeri.

Nene juga meminta percepatan pengesahan RUU Ketenagakerjaan yang sesuai dengan amanat Mahkamah Konstitusi, sebagai upaya menjamin perlindungan dan kesejahteraan buruh. Ia turut menolak segala bentuk transfer data pribadi masyarakat Indonesia ke pihak asing yang dinilai dapat mengancam kedaulatan nasional.

“Buruh tidak menolak hubungan dagang internasional, tetapi hubungan itu harus berkeadilan, melindungi tenaga kerja, dan mengutamakan kedaulatan nasional,” pungkas Kornelius Nene. (AL)