HARIAN KALBAR (KUBU RAYA) – Malam penuh makna menyelimuti Desa Jawa Tengah, Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Senin 7 Juli 2025, saat warga sukses menggelar pagelaran seni budaya wayang kulit semalam suntuk. Lakon Gatotkaca Wisuda dipilih sebagai cerita utama, membawa pesan mendalam tentang kepahlawanan, kejujuran, serta pengabdian kepada orang tua dan bangsa.
Pertunjukan ini menjadi bagian dari rangkaian Kenduri Sedeqah Bumi, tradisi tahunan yang rutin digelar sebagai ungkapan rasa syukur warga atas hasil panen dan keselamatan desa. Sejak sore hari, suasana mulai ramai. Warga dari berbagai dusun hingga kecamatan sekitar berdatangan, menciptakan keramaian yang penuh kehangatan. Kebersamaan kian terasa dengan sajian kuliner tradisional hasil gotong royong warga, menyatukan rasa dan budaya dalam satu perayaan.
Guntur Slamet, Ketua Panitia kegiatan, menyampaikan rasa syukurnya atas suksesnya acara. Ia menegaskan bahwa wayang kulit bukan sekadar hiburan semata, tetapi juga sarana pendidikan budaya yang kaya nilai.
“Alhamdulillah, antusiasme warga luar biasa. Wayang kulit ini tidak hanya tontonan, tapi juga tuntunan. Lakon Gatotkaca Wisuda mengajarkan banyak hal – kejujuran, keberanian, dan bakti kepada orang tua. Kami ingin generasi muda mengenal dan mencintai budaya leluhur kita,” ujarnya, Selasa 8 Juli 2025.
Apresiasi pun datang dari Paguyuban Jawa Kalimantan Barat (PJKB). Sekretaris PJKB, Edi Suhairul, menyebut kegiatan ini sebagai contoh nyata pelestarian budaya di tengah derasnya arus modernisasi.
“Wayang kulit adalah media dakwah budaya yang sarat nilai. Kami sangat mengapresiasi semangat warga Desa Jawa Tengah. Ini harus terus dijaga, dan kami siap mendukung,” katanya. Ia juga menekankan pentingnya keterlibatan generasi muda dalam menjaga tradisi seperti ini agar tidak tergerus zaman.
Antusiasme warga yang hadir terasa begitu besar. Banyak di antaranya berharap acara serupa bisa terus digelar setiap tahun. “Bagus sekali acaranya, lakonnya penuh makna. Semoga tahun depan diadakan lagi, supaya anak-anak kita tahu dan bangga pada budaya sendiri,” ucap seorang warga yang turut menyaksikan pertunjukan hingga larut malam.
Pagelaran wayang kulit ini bukan hanya menjadi hiburan tradisional, tapi juga simbol kekuatan budaya yang masih hidup dan tumbuh di tengah masyarakat. Ia mempererat ikatan warga, menyuarakan warisan leluhur, dan menegaskan bahwa di tengah kemajuan zaman, jati diri tetap layak dirayakan. (*)