HARIAN KALBAR (JAKARTA) – Di balik tugas sehari-harinya sebagai anggota Polsek Samarinda Ulu, Polresta Samarinda, Bripka Joko Hadi Aprianto menunjukkan dedikasi luar biasa. Selama bertahun-tahun, ia menjadi penggali kubur gratis bagi warga kurang mampu di Samarinda, Kalimantan Timur. Pengabdiannya yang tulus ini akhirnya mengantarkannya menjadi kandidat Hoegeng Awards 2025.
Usulan untuk nominasi ini datang dari Hendy Saputra, seorang warga Samarinda Kota yang mengenal Bripka Joko ketika dia menjadi pemandu rombongan umrah tahun lalu. “Pak Joko itu salah satu jemaah kami tahun lalu. Profesi utamanya memang polisi, tapi orang lebih mengenalnya sebagai penggali kubur dan relawan,” kata Hendy, Senin 10 Februari 2025.
Bagi Hendy, Bripka Joko adalah sosok polisi yang sangat istimewa. “Orangnya ramah dan mudah bergaul. Saat di Mekah dan Madinah, beliau bahkan dengan sukarela membantu memandu jemaah lain, meskipun tidak memiliki latar belakang sebagai tour leader umrah,” tambah Hendy.
Bripka Joko mengungkapkan bahwa profesi penggali kubur sudah ia jalani sejak di bangku SMP, jauh sebelum menjadi anggota Polri. Kondisi ekonomi keluarga yang sulit mendorongnya mencari penghasilan tambahan. “Saya mulai jadi penggali kubur sejak kelas 2 SMP. Ayah saya seorang polisi tamtama dengan tujuh anak. Gaji polisi saat itu tidak seberapa, jadi saya cari tambahan sendiri,” kata Bripka Joko.
Pada masa SMP, ia menerima upah sekitar Rp 20.000 hingga Rp 35.000 per pemakaman. Pada tahun 2005, ayahnya mendorongnya untuk mendaftar menjadi polisi. Setelah lulus dan bertugas di Samarinda, ia terus melanjutkan pengabdian sebagai penggali kubur.
Selama lima tahun terakhir, Bripka Joko juga dipercaya menjadi ketua pemakaman di wilayah tempat tinggalnya. Ia bertanggung jawab mengelola lahan kuburan, menggaji tim penggali kubur, dan mengurus pemakaman bagi warga yang membutuhkan. “Saya mengelola tanah kuburan milik Pemerintah Samarinda. Selain itu, saya juga mewakafkan tanah warisan dari ayah saya untuk dijadikan pemakaman warga,” ungkapnya.
Untuk keluarga kurang mampu, Bripka Joko memberikan jasa penggalian kubur secara gratis, meskipun tetap menggaji tim penggali kubur yang membantunya. Bahkan jika perlu, ia menggunakan uang pribadinya. “Kalau untuk warga tidak mampu, pasti saya gratiskan. Tapi saya tetap harus membayar orang-orang yang membantu saya menggali,” katanya.
Bripka Joko menyatakan bahwa meskipun ia harus mengeluarkan uang pribadi, itu bukan masalah baginya. “Kalau dihitung secara duniawi, saya rugi. Tapi hadiahnya bukan kipas angin, hadiahnya surga,” ujarnya sambil tersenyum.
Bripka Joko berharap dapat memperoleh tanah wakaf untuk memperluas lahan pemakaman warga. Untuk itu, ia bahkan menolak berbagai penghargaan dan kesempatan sekolah perwira demi perjuangan ini. “Tahun 2014, saya dapat penghargaan, saya tolak. Saya berharap mendapatkan tanah wakaf kuburan. Tahun 2023, saya dapat penghargaan dari wali kota, saya tolak lagi dengan harapan yang sama. Tahun 2024, saya didatangi Kapolri dan ditawari sekolah perwira, tapi saya tetap meminta tanah wakaf,” tegasnya.
Menurut Bripka Joko, semakin sedikitnya lahan pemakaman membuat warga sekitar kesulitan. “Kalau saya mau berpikir untuk diri sendiri, saya bisa ambil kesempatan sekolah perwira gratis. Tapi ini soal kebutuhan warga. Kasihan mereka kalau lahan makin sempit,” pungkasnya.
Pengabdian Bripka Joko menunjukkan bahwa seorang polisi bisa lebih dari sekadar aparat penegak hukum. Dengan ketulusan hati, ia telah menjadi pahlawan tanpa tanda jasa bagi banyak keluarga yang berduka, membuktikan bahwa pengabdian sejati tidak mengenal batas. (*)